Pilihan
Bunda
Tepat jam 9 malam, Naya tiba di
rumahnya dalam keadaan basah kuyup karena hujan yang turun dari sore hari masih
belum reda juga. Ia diantar oleh seorang lelaki yang tinggi dan putih. Saat
Naya turun dari motor berwarna hijau, tampak seorang wanita elegan yang memakai
setelan tidur berdiri didepan pintu.
“assalamualaikum”, ucap Naya pada
bundanya.
“waalaikumsalam”, jawab bundanya
dengan raut muka yang agak kesal.
Naya menjelaskan sebab
keterlambatannya itu dengan perasaan takut dan gelisah. Bundanya memang selalu
tegas mendidik Naya, tapi bunda Naya juga selalu menghargai penjelasan anaknya.
“Aya, siapa itu? Teman kamu?”,
tanya bundanya. Ya, saat itu Naya memang diantar oleh Dimas, teman kuliahnya
yang mungkin akan menjadi pacarnya. Naya mengenalkan Dimas pada bundanya dengan
ceria, tapi sayang tak ada respect sama sekali dari bundanya itu. Saat berjabat
tangan dengan Dimas pun bundanya hanya memberikan senyuman yang penuh dengan
keterpaksaan.
Karena segan dan merasa malu pada
bunda Naya, akhirnya Dimas pun pamitan. Dia melangkah keluar tanpa singgah dulu
ke rumah Naya. Perasaannya saat itu tidak karuan, seakan dia ragu mendapatkan
Naya karena sikap bundanya tadi.
Malam mulai menghadirkan
kesunyiannya. Waktu menunjukan pukul 10 malam. Naya yang saat itu sudah
mengenakan piama tampak sedang mengotak-ngatik handphonenya sambil tersenyum
sendiri. Ia ternyata sedang chattingan dengan Dimas lewat mobile selular.
Tok..Tok..Tok..
Bunda Naya mengetuk pintu kamar
Naya. Naya tak mendengar suara ketukan pintu itu karena ia sedang memakai
hedset sambil mendengarkan lagu kesukaannya. Karena Naya tak bersuara, akhirnya
bundanya masuk dan duduk dipinggir Naya.
“eh Nda, ko belum tidur? Entar
ayah marah lho bun”. Ujar Naya
“bunda ada perlu sama Aya, dan
ayah sedang ke luar Kota. Ada keperluan mendadak”. Sahut bundanya.
Naya sempat kaget karena melihat
raut keseriusan di wajah bundanya. Ia juga sangat penasaran akan apa yang nanti
dikatakan oleh bundanya. Sambil memegang bantal hati Naya (pemberian Dimas),
bunda Naya bicara dengan intonasi yang tidak seperti biasanya.
“Teriak
sekencang-kencangnya”
Itulah yang ingin dilakukan Naya
setelah selesai mendengarkan perkataan bundanya. Tapi apa daya, hal itu sungguh
tak mungkin ia lakukan didepan bundanya sendiri. Ia hanya bisa tersenyum
meskipun terpaksa, dan mengangguk ketika ia harus menyetujui perkataan
bundanya.
Malam itu adalah malam yang tak
pernah diharapkan Naya hadir dalam perjalanan hidupnya. Naya dijodohkan dengan
rekan ayahnya yang di Bandung, dan bulan depan Naya akan dilamar oleh lelaki
yang dijodohkan dengannya itu. Sepatah katapun tak sanggup ia keluarkan dari
lisannya saat itu, apalagi setelah sang bunda memeluknya sambil berkata, “bunda
sayang Aya, bunda ingin yang terbaik buat Aya, dan bunda berharap Aya bahagia
dengan pilihan bunda.” Naya hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Setelah bundanya keluar kamar,
Naya mengunci pintu kamarnya sambil menangis yang tak bersuara karena terlalu
takut terdengar orang rumah. Ia tak menyangka semuanya akan berjalan dengan
tragis. Hari esok yang ia prediksi akan menjadi hari yang sangat membahagiakan
ternyata menjadi hari yang akan penuh dengan tangisan. Ternyata, sebelum pulang
sambil hujan-hujanan tadi, Dimas telah mengatakan cintanya dan jujur akan
perasaannya kepada Naya. Dan Naya berniat menjawabnya esok hari sembari
mengakui perasaannya juga pada Dimas. Naya sangat menyayangi Dimas semenjak dikenalkan
oleh sahabatnya Ismi dan Aliya.
Ayam mulai berkokok, pertanda
waktu Subuh akan segera datang. Sekejap pun Naya belum menutup matanya untuk
istirahat. Setelah curhat kepada sahabatnya tengah malam tadi (lewat telepon),
Naya terus menangis karena tak kuasa mengubur perasaan yang telah dipendamnya
selama 6 bulan. Waktu terus berjalan, pagi mulai datang, dan mentari telah
terbit dari ufuk timur. Andai hari itu tidak ada ujian di kampus, rasanya berat
sekali Naya melangkahkan kaki untuk pergi ke kampus, apalagi bertemu dengan
sang pujaan hati.
Tepat pukul 08.00 WIB, Naya tiba
di kampus dalam keadaan wajah yang kusut. Dimas langsung menghampirinya dengan
wajah yang penuh dengan keceriaan.
“selamat pagi putri impianku :-D
.” sapa Dimas. Naya tak sanggup menjawab sapaan manis itu, ia malah meneteskan
airmata. Melihat kondisi Naya yang tak seperti biasanya, Dimas sangat heran,
apalagi belum ada sepatah katapun yang diucapkan Naya saat itu. Karena hal itu,
Dimas akhirnya membawa Naya ke tempat yang agak sepi, berharap Naya
menceritakan apa yang seharusnya ia ketahui. “apa yang terjadi Nay?ceritakan
padaku!please.” kata Dimas.
Naya pun akhirnya menceritakan
apa yang sebenarnya terjadi. Dimas terdiam, hatinya serasa disilet-silet. Ia
melangkahkan kaki ke hadapan Naya dengan perasaan yang tidak karuan, bahkan
serasa melayang tanpa menginjakkan kaki ke bumi.
“hapus air matamu Nay, mungkin
inilah yang terbaik. Aku sangat memahami semuanya. Bunda kamu sangat
menyayangimu, dan beliau tidak akan mungkin memberikan pilihan yang salah”.
Ucap dimas sambil memegang tangan wanita yang sangat ia sayangi.
“tapi, aku sayang kamu Mas, dari
dulu. Semenjak kita bertemu”. Jawan Naya sambil menangis. Mendengar kalimat itu
Dimas semakin terpukul. Tapi ia tetep berusaha tegar dan legowo. Ia tak mau
membuat Naya semakin hancur.
Pohon beringin besar di sekitaran
kampus itu menjadi saksi bisu kisah cinta Naya dan Dimas yang harus layu
sebelum berkembang. “aku sangat menyayangimu Nay, tapi tersadar dari hal itu
aku juga tau kalau cinta tak selamanya harus memiliki. Kita masih bisa bersama
walau tanpa ikatan cinta. Biarlah cintaku ini berhembus bersama karbondioksida
yang aku keluarkan dalam setiap hembusan nafas ini.” Dimas berkata dengan
lembut dan bijak.
Naya sempat tak bisa menerima
perkataan Dimas. Tapi setelah kedua sahabatnya datang (Ismi dan Aliya) akhirnya
Naya merasa tenang dan bisa tersenyum kembali. Ismi dan Aliya meyakinkan Dimas
dan Naya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Naya dan Dimas hanya butuh waktu
untuk menerima keadaan. Saat itu mereka berempat berjanji akan menjadi sahabat
selamanya. Aliya berkata, “sahabat lebih kekal daripada cinta Mas,
percayalah..kamu akan bahagia kalau Naya tetap menjadi sahabatmu, suatu saat
kamu pasti akan menemukan sosok yang kamu harapkan.”
*dua bulan kemudian*
Mereka berdua tetap berhubungan
baik. Kini tak ada lagi tekanan batin, apalagi setelah Dimas mempunyai
seseorang yang menjadi semangat hidupnya. Naya juga merasa bahagia dengan
pilihan bundanya. Mereka berdua benar-benar menjadi sahabat sejati. Hari-hari
mereka semakin lengkap setelah hadirnya Liany (pacar Dimas) dan Andre (tunangan
Naya).
“Tuhan
memang selalu memberikan hikmah yang baik dibalik sebuah cobaan”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar