Rabu, 06 Maret 2013

Cerpen



Pilihan Bunda

Tepat jam 9 malam, Naya tiba di rumahnya dalam keadaan basah kuyup karena hujan yang turun dari sore hari masih belum reda juga. Ia diantar oleh seorang lelaki yang tinggi dan putih. Saat Naya turun dari motor berwarna hijau, tampak seorang wanita elegan yang memakai setelan tidur berdiri didepan pintu.
“assalamualaikum”, ucap Naya pada bundanya.
“waalaikumsalam”, jawab bundanya dengan raut muka yang agak kesal.
Naya menjelaskan sebab keterlambatannya itu dengan perasaan takut dan gelisah. Bundanya memang selalu tegas mendidik Naya, tapi bunda Naya juga selalu menghargai penjelasan anaknya.
“Aya, siapa itu? Teman kamu?”, tanya bundanya. Ya, saat itu Naya memang diantar oleh Dimas, teman kuliahnya yang mungkin akan menjadi pacarnya. Naya mengenalkan Dimas pada bundanya dengan ceria, tapi sayang tak ada respect sama sekali dari bundanya itu. Saat berjabat tangan dengan Dimas pun bundanya hanya memberikan senyuman yang penuh dengan keterpaksaan.
Karena segan dan merasa malu pada bunda Naya, akhirnya Dimas pun pamitan. Dia melangkah keluar tanpa singgah dulu ke rumah Naya. Perasaannya saat itu tidak karuan, seakan dia ragu mendapatkan Naya karena sikap bundanya tadi.
Malam mulai menghadirkan kesunyiannya. Waktu menunjukan pukul 10 malam. Naya yang saat itu sudah mengenakan piama tampak sedang mengotak-ngatik handphonenya sambil tersenyum sendiri. Ia ternyata sedang chattingan dengan Dimas lewat mobile selular.
Tok..Tok..Tok..
Bunda Naya mengetuk pintu kamar Naya. Naya tak mendengar suara ketukan pintu itu karena ia sedang memakai hedset sambil mendengarkan lagu kesukaannya. Karena Naya tak bersuara, akhirnya bundanya masuk dan duduk dipinggir Naya.
“eh Nda, ko belum tidur? Entar ayah marah lho bun”. Ujar Naya
“bunda ada perlu sama Aya, dan ayah sedang ke luar Kota. Ada keperluan mendadak”. Sahut bundanya.
Naya sempat kaget karena melihat raut keseriusan di wajah bundanya. Ia juga sangat penasaran akan apa yang nanti dikatakan oleh bundanya. Sambil memegang bantal hati Naya (pemberian Dimas), bunda Naya bicara dengan intonasi yang tidak seperti biasanya.
“Teriak sekencang-kencangnya”
Itulah yang ingin dilakukan Naya setelah selesai mendengarkan perkataan bundanya. Tapi apa daya, hal itu sungguh tak mungkin ia lakukan didepan bundanya sendiri. Ia hanya bisa tersenyum meskipun terpaksa, dan mengangguk ketika ia harus menyetujui perkataan bundanya.
Malam itu adalah malam yang tak pernah diharapkan Naya hadir dalam perjalanan hidupnya. Naya dijodohkan dengan rekan ayahnya yang di Bandung, dan bulan depan Naya akan dilamar oleh lelaki yang dijodohkan dengannya itu. Sepatah katapun tak sanggup ia keluarkan dari lisannya saat itu, apalagi setelah sang bunda memeluknya sambil berkata, “bunda sayang Aya, bunda ingin yang terbaik buat Aya, dan bunda berharap Aya bahagia dengan pilihan bunda.” Naya hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.
Setelah bundanya keluar kamar, Naya mengunci pintu kamarnya sambil menangis yang tak bersuara karena terlalu takut terdengar orang rumah. Ia tak menyangka semuanya akan berjalan dengan tragis. Hari esok yang ia prediksi akan menjadi hari yang sangat membahagiakan ternyata menjadi hari yang akan penuh dengan tangisan. Ternyata, sebelum pulang sambil hujan-hujanan tadi, Dimas telah mengatakan cintanya dan jujur akan perasaannya kepada Naya. Dan Naya berniat menjawabnya esok hari sembari mengakui perasaannya juga pada Dimas. Naya sangat menyayangi Dimas semenjak dikenalkan oleh sahabatnya Ismi dan Aliya.
Ayam mulai berkokok, pertanda waktu Subuh akan segera datang. Sekejap pun Naya belum menutup matanya untuk istirahat. Setelah curhat kepada sahabatnya tengah malam tadi (lewat telepon), Naya terus menangis karena tak kuasa mengubur perasaan yang telah dipendamnya selama 6 bulan. Waktu terus berjalan, pagi mulai datang, dan mentari telah terbit dari ufuk timur. Andai hari itu tidak ada ujian di kampus, rasanya berat sekali Naya melangkahkan kaki untuk pergi ke kampus, apalagi bertemu dengan sang pujaan hati.
Tepat pukul 08.00 WIB, Naya tiba di kampus dalam keadaan wajah yang kusut. Dimas langsung menghampirinya dengan wajah yang penuh dengan keceriaan.
“selamat pagi putri impianku :-D .” sapa Dimas. Naya tak sanggup menjawab sapaan manis itu, ia malah meneteskan airmata. Melihat kondisi Naya yang tak seperti biasanya, Dimas sangat heran, apalagi belum ada sepatah katapun yang diucapkan Naya saat itu. Karena hal itu, Dimas akhirnya membawa Naya ke tempat yang agak sepi, berharap Naya menceritakan apa yang seharusnya ia ketahui. “apa yang terjadi Nay?ceritakan padaku!please.” kata Dimas.
Naya pun akhirnya menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Dimas terdiam, hatinya serasa disilet-silet. Ia melangkahkan kaki ke hadapan Naya dengan perasaan yang tidak karuan, bahkan serasa melayang tanpa menginjakkan kaki ke bumi.
“hapus air matamu Nay, mungkin inilah yang terbaik. Aku sangat memahami semuanya. Bunda kamu sangat menyayangimu, dan beliau tidak akan mungkin memberikan pilihan yang salah”. Ucap dimas sambil memegang tangan wanita yang sangat ia sayangi.
“tapi, aku sayang kamu Mas, dari dulu. Semenjak kita bertemu”. Jawan Naya sambil menangis. Mendengar kalimat itu Dimas semakin terpukul. Tapi ia tetep berusaha tegar dan legowo. Ia tak mau membuat Naya semakin hancur.
Pohon beringin besar di sekitaran kampus itu menjadi saksi bisu kisah cinta Naya dan Dimas yang harus layu sebelum berkembang. “aku sangat menyayangimu Nay, tapi tersadar dari hal itu aku juga tau kalau cinta tak selamanya harus memiliki. Kita masih bisa bersama walau tanpa ikatan cinta. Biarlah cintaku ini berhembus bersama karbondioksida yang aku keluarkan dalam setiap hembusan nafas ini.” Dimas berkata dengan lembut dan bijak.
Naya sempat tak bisa menerima perkataan Dimas. Tapi setelah kedua sahabatnya datang (Ismi dan Aliya) akhirnya Naya merasa tenang dan bisa tersenyum kembali. Ismi dan Aliya meyakinkan Dimas dan Naya bahwa semuanya akan baik-baik saja. Naya dan Dimas hanya butuh waktu untuk menerima keadaan. Saat itu mereka berempat berjanji akan menjadi sahabat selamanya. Aliya berkata, “sahabat lebih kekal daripada cinta Mas, percayalah..kamu akan bahagia kalau Naya tetap menjadi sahabatmu, suatu saat kamu pasti akan menemukan sosok yang kamu harapkan.”
*dua bulan kemudian*
Mereka berdua tetap berhubungan baik. Kini tak ada lagi tekanan batin, apalagi setelah Dimas mempunyai seseorang yang menjadi semangat hidupnya. Naya juga merasa bahagia dengan pilihan bundanya. Mereka berdua benar-benar menjadi sahabat sejati. Hari-hari mereka semakin lengkap setelah hadirnya Liany (pacar Dimas) dan Andre (tunangan Naya).
“Tuhan memang selalu memberikan hikmah yang baik dibalik sebuah cobaan”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar